rozikin roz
Nulis Apa Aja Boleh

Antara Nikah Mut'ah Misyar dan Sirri

Belakangan ini bermunculan banyak fenomena perkawinan yang di anggap tidak wajaar dan sangat riskan. Seperti nikah Mut'ah atau kawin kontrak. Nikah Sirri atau kawin bawah tangan. Nikah Misyar atau kawin lawatan, dan sebagainya.

Dalam pendekatan hukum (syariat), nikah mut'ah dan nikah misyar masih diperdebatkan soal boleh atau tidak boleh untuk dilakukan. Bikah mut'ah yang dalam prakteknya berarti menikah dalam batasan waktu tertentu pada zaman Nabi pernah di perbolehkan. Yaitu, pada masa peperangan terus-menerus menderu komunitas umat Islam. Banyak prajurit yang mengeluhkan keberadaan mereka yang selama berbulan-bulan jauh dari istri. Sementara hasrat libido mereka membutuhkan penyaluran yang benar. Akhirnya Nabi membolehkan nikah mut'ah tersebut.


Nikah Mut'ah (kawin kontrak)
Nikah Mut'ah adalah kawin kontrak. Dalam kitab hadis Shahih Muslim dijelaskan bahwa nikah mut'ah akhirnya tidak diperbolehkan lagi setelah dua atau tiga kali mengalami amandemen. Yaitu dari yang semula tidak boleh menjadi boleh, kemudian tidak diperbolehkan lagi, dan kemudian di perbolehkan lagi, hingga akhirnya tidak diperbolehkan. Pada akhir masa hayatnya, Nabi bersabda "Sesungguhnya aku telah mengharamkan nikah mut'ah sampai hari kiamat".

Hadis ini diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib. Namun sebagian ulama mengkritik hadis tersebut dengan menganggap kurang dapat dibuktikan ke-otentikannya dan tidak jelas kapan Nabi menegaskan hal ini. Sementara di pihak lain sahabat Jabir meriwayatkan bagaimana sejumlah Sahabat tetap menganggap boleh dan melakukan nikah mut'ah tersebut hingga pada awal pemerintahan Umar bin Khattab yang kemudian melarang secara tegas model pernikahan semacam ini.

Nikah Misyar (kawin lawatan)
Nikah Misyar adalah kawin lawatan. Contoh gambaran dalam kasus pernikahan ini adalah bisa seorang janda kaya minta untuk di nikahi seorang laki-laki, dengan kompensasi bahwa ia akan melepaskan hak nafkah dan memperbolehkannya tidak tinggal serumah, karena yang dibutuhkan adalah penyaluran seksualitasnya.

Bahkan si perempuan itu kadang berjanji akan memberikan tunjangan semampunya kepada laki-laki yang mau menikahinnya. Pernikahan model seperti ini sempat hangat diperbincangkan di Mesir sekitar tahun 90-an. Meski tidak setajam perdebatan nikah mut'ah model nikah yang semacam inipun diperdebatkan soal boleh atau tidaknya secara hukum (syariat).

Nikah Sirri (kawin bawah tangan)
Nikah Sirri adalah kawin bawah tangan. Dalam prakteknya nikah ini adalah bentuk perkawinan tanpa pengesahan dari KUA, akan tetapi telah memenuhi semua syarat pernikahan secara syari'at sebetulnya sudah di anggap sah oleh agama. Meskipun ada juga yang berpendapat bahwa hal itu kurang baik, mengingat besarnya ancaman keamanan dan lemahnya perlindungan hak bagi istri, anak dan pembagian waris secara hukum positif negara.

Akal Budi untuk Menimbang Aspek Moralitas
Namun terlepas dari semua kontroversi fikih yang ada, karena disini kita bukan membahas tentang fatwa hukum, seyogyanya kita senantiasa mengingat kembali nilai-nilai moralitas dan tujuan pernikahan demi membangun rumah tangga yang sakinah.

Sehingga kita harus mengedepankan pertimbangan yang arif dan sikap bijak dan akhirnya akan menyelamatkan diri kita dari kecerobohan dan dampak-dampak negatif yang mungkin terjadi. Masih banyak sekali pilihan jalan dan cara yang lebih baik, tepat, nyaman dan aman dalam masalah pernikahan ini. Tidak selayaknya kita sebagai makhluk yang dibekali akal budi pekerti oleh Allah SWT, kemudian kmengambil sikap dan tindakan yang ceroboh, di mana hal hanya akan membuktikan bahwa kita kurang bisa menyukuri nikmat akal budi pekerti yang dikaruniakan oleh Allah SWT.
0 komentar:

Posting Komentar